MAKALAH
PERKEMBANGAN PENDUDUK INDONESIA
Disusun oleh :
Nama : Tedy Nugraha
NPM : 16415829
Kelas : 2IB01
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2016
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb
Puji dan
Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmatnya sehingga saya dapat menyusun makalah ini.
Saya ucapkan
terimakasih kepada dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah yang
telah memberikan tugas ini. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang pada
makalah ini.
Harapan saya
semoga makalah ini bisa membantu menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Demikian
makalah ini saya buat, Wassalamualaikum Wr. Wb
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar……………………………………………………………............................i
Daftar
Isi………………………………………………………………..................................ii
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang………………………………………………….......................................4
BAB II
Pembahasan
2.1 Landasan Perkembangan Penduduk
Indonesia.................................................................5
2.2 Pertambahan Penduduk dan Lingkungan
Permukiman.....................................................5
2.3 Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat
Pendidikan..............................................................6
2.4 Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang
Berkaitan dengan Lingkungan Hidup.........7
2.5 Pertumbuhan Penduduk dan
Kelaparan............................................................................7
2.6 Kemiskinan dan Keterbelakangan..................................................................................8
BAB III
Penutup
3.1
Kesimpulan.....................……………………………………............................................11
3.2
Saran...................................................................................................................................11
Daftar
Pustaka...........................................................................................................................12
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pesatnya pertumbuhan penduduk merupakan masalah
yang dihadapi oleh negara berkembang di dunia, khususnya negara dengan jumlah penduduk
yang besar dan padat sperti Indonesia.
Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia mengalami
peningkatan. Hal ini bias dilihat dari hasil sensus penduduk pada tahun 2010, dimana
Indonesia menunjukkan gejala ledakan penduduk.
Definisi dari laju pertumbuhan penduduk itu
sendiri adalah Angka yang menunjukan tingkat pertambahan penduduk pertahun
dalam jangka waktu tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai persentase dari
penduduk dasar. Laju pertumbuhan penduduk dapat dihitung menggunakan tiga
metode, yaitu aritmatik, geometrik, dan eksponesial. Metode yang paling sering
digunakan di BPS adalah metode geometrik.
BAB II ISI
2.1 Landasan
Perkembangan Penduduk Indonesia
Penduduk atau warga suatu negara atau daerah
bisa didefinisikan menjadi dua: Orang yang tinggal di daerah tersebut dan Orang
yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang
yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti
kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain. Dalam sosiologi,
penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang
tertentu. Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu Demografi.
Berbagai aspek perilaku menusia dipelajari dalam sosiologi, ekonomi, dan
geografi. Permasalahan kependudukan yang ada di Indonesia ini umumnya tergolong
sangat riskan. Pasalnya dari permasalahan yang ada sekarang akan timbul
nantinya sebab – sebab negative yang akan merugikan Negara kita ini yaitu,
Indonesia.Oleh sebab itu di perlukan penanganan permasalahan yang serius dalam
permasalahan kependudukan yang ada pada saat sekarang ini. Agar Negara kita
tidak menanggung cukup banyak kerugian .
Pertumbuhan
penduduk yang relatif tinggi ini merupakan suatu masalah yang terus diupayakan
pengendalian pertumbuhannya. Hal ini, jika tidak dilakukan sedini mungkin, akan
berpengaruh terhadap mutu kehidupan yang kian hari makin merosot. Salah satu
hal yang dilakukan yaitu melalui program Keluarga Berencana dengan berbagai
caranya yaitu penggunaan alat-alat kontrasepsi. Namun berbagai hambatan baik
berupa agama, adat dan alasan ekonomi turut berperan, walaupun tujuan program
ini sangat penting dalam menunjang meningkatnya taraf hidup keluarga.
2.2
Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tidak
terkendali telah mengakibatkan munculnya kawasan-kawasan permukiman kumuh dan
squatter (permukiman liar). Untuk mencapai upaya penanganan yang berkelanjutan
tersebut, diperlukan penajaman tentang kriteria permukiman kumuh dan squatter
dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta lingkungannya.
Pemahaman yang komprehensif kriteria tersebut akan memudahkan perumusan
kebijakan penanganan serta penentuan indikator keberhasilannya.
Rumah pada hakekatnya merupakan kebutuhan
dasar manusia selain sandang dan pangan, juga pendidikan dan kesehatan. Oleh
karena itu maka dalam upaya penyediaan perumahan lengkap dengan sarana dan
prasarana permukimannya, semestinya tidak sekedar untuk mencapai target secara
kuantitatif, semata-mata, melainkan harus dibarengi pula dengan pencapaian
sasaran secara kualitatif (baca: mutu dan kualitas rumah sebagai hunian),
karena berkaitan langsung dengan harkat dan martabat manusia selaku pemakai.
Artinya bahwa pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman yang layak,
akan dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan
di dalam masyarakat Indonesia perumahan merupakan pencerminan dan
pengejawatahan dari diri pribadi manusia, baik secara perorangan maupun dalam
satu kesatuan dan kebersamaan dalam lingkungan alamnya.
2.3
Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
Suatu wilayah dengan pertambahan penduduk
yang pesat dapat menyebabkan masalah- masalah pendidikan, pengangguran,
kesenjangan sosial dan masalah-masalah lainnya. Dengan jumlah penduduk yang
besar maka fasilitas-fasilitas sosial, pendidikan dan pekerjaan juga ikut
meningkat. Jika penduduk di suatu kota yang padat tidak terpenuhi fasilitas
pendidikannya maka akan menyebabkan penurunan tingkat pendidikan wilayah
tersebut. Tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan pengangguran
sehingga dampak pada tingkat perekonomian juga memburuk. Jika masalah ini terus
diabaikan maka kemerosotan negara tidak dapat dihindari. Tingkat pendidikan
yang buruk dapat menyebabkan anak-anak mengalami depresi. Hal ini memicu
terjadinya pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak dilakukan oleh anak-anak di
bawah umur. Bahkan dampak lain dari masalah ini bisa menyebabkan tingkat
tindakan kriminal yang dilakukan anak-anak meningkat.
Generasi muda dan anak-anak yang cerdas
adalah kunci kemajuan suatu negara. Jika masa kanak-kanak mereka diisi dengan
hal-hal negatif maka jalan menuju kesuksesan bangsa akan semakin jauh. Penduduk
merupakan pelaku pembangunan. Maka kualitas penduduk yang tinggi akan lebih menunjang
laju pembangunan ekonomi. Usaha yang dapat dilakukan adalah meningkatkan
kualitas penduduk melalui fasilitas pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan
dan penundaan usia kawin pertama. Di negara-negara yang anggaran pendidikannya
rendah, biasanya menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Tidak hanya
persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada
penduduk yang berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara guru
yang terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang.
2.4
Perumbuhan Penduduk dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
Semakin meningkatnya tingkat pertumbuhan
penduduk akan menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit yang melanda penduduk
tersebut, dikarenakan lingkungan yang kurang terawat ataupun pemukiman yang
kumuh, seperti limbah pabrik, selokan yang tidak terawat yang menyebabkan
segala penyakit akan melanda para penghuni wilayah tersebut yang mengakibatkan
kematian dan terjadi pengurangan jumlah penduduk.
Untuk menjamin kesehatan bagi semua orang di
lingkungan yang sehat, perlu jauh lebih banyak daripada hanya penggunaan
teknologi medikal, atau usaha sendiri dalam semua sektor kesehatan. Usaha-usaha
secara terintegrasi dari semua sektor, termasuk organisasi-organisasi, individu-individu,
dan masyarakat, diperlukan untuk pengembangan pembangunan sosio-ekonomi yang
berkelanjutan dan manusiawi, menjamin dasar lingkungan hidup dalam menyelesaikan
masalah-masalah kesehatan.
Seperti semua makhluk hidup, manusia juga
bergantung pada lingkungannya untuk memenuhi keperluan-keperluan kesehatan dan
kelangsungan hidup.
Kesehatanlah yang rugi apabila lingkungan
tidak lagi memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia akan makanan, air, sanitasi,
dan tempat perlindungan yang cukup dan aman- karena kurangnya sumber-sumber atau
distribusi yang tidak merata.
Kesehatan
manusia adalah keperluan dasar untuk pembangunan berkelanjutan. Tanpa
kesehatan, manusia tidak dapat membangun apa pun, tidak dapat menentang
kemiskinan, atau melestarikan lingkungan hidupnya. Sebaliknya, pelestarian
lingkungan hidup merupakan hal pokok untuk kesejahteraan manusia dan proses
pembangunan. Lingkungan yang sehat menghasilkan masyarakat yang sehat.
2.5
Pertumbuhan Penduduk dan Kelaparan
Kekurangan gizi dan angka kematian anak
meningkat di sejumlah kawasan yang paling buruk di Asia dan Pasifik kendati ada
usaha internasional untuk menurunkan keadaan itu, kata sebuah laporan badan
kesehatan PBB hari Senin. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa
sasaran kesehatan yang ditetapkan berdasarkan delapan Tujuan Pembangunan
Milenium PBB tahun 2000 tidak akan tercapai pada tahun 2015 berdasarkan
kecnderungan sekarang. “Sejauh ini bukti menunjukkan bahwa kendati ada beberapa
kemajuan, di banyak negara, khususnya yang paling miskin, tetap ketinggalan
dalam kesehatan,” kata Dirjen WHO Lee Jong Wook dalam laporan itu. Kendati
tujuan pertama mengurangi kelaparan, situasinya bahkan memburuk sementara
negara-negara miskin berjuang mengatatasi masalah pasokan pangan yang kronis,
kata data laporan itu.
Antara tahun 1990 dan 2002– data yang paling
akhir– jumlah orang yang kekurangan makanan meningkat 34 juta di indonesia dan
15 juta di Surabaya dan 47 juta orang di Asia timur, kata laporan tersebut.
Proporsi anak berusia lima tahun ke bawah yang berat badannya terlalu ringan di
Surabaya, tenggara dan timur meningkat enam sampai sembilan persen antara tahun
1990 dan 2003, sementara hampir tidak berubah (32 persen). Lebih dari separuh
anak-anak di Asia selatan kekurangan gizi, sementara rata-rata di negara-negara
berkembang tahun 2003 tetap sepertiga. “Meningkatnya pertambahan penduduk dan
produktivitas pertanian yang rendah merupakan alasan utama kekurangan pangan di
kawasan-kawasan ini,” kata laporan itu. Kelaparan cenderung terpusat di
daerah-daerah pedesaan di kalangan penduduk yang tidak memilki tanah atau para
petani yang memiliki kapling yang sempit untuk memenunhi kebutuhan hidup
mereka,” tambah dia.
Tidak ada satupun negara-negara miskin dapat
memenuhi tantangan mengurangi tingkat kematian anak. Kematian bayi meningkat
tajam di Surabaya antara tahun 1999 dan 2003, yang menurut data terakhir yang
diperoleh, dari 90 sampai 126 anak per 1.000 kelahiran hidup. Juga terjadi
peningkatan tajam dari 38 menjadi 87 per 1.000 kelahiran hidup. “Untuk sebagian
besar negara kemajuan dalam mengurangi kematian anak juga akan berjalan lambat
karena usaha-usaha mengurangi kekurangan gizi dan mengatasi diare, radang
paru-paru, penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin dan malaria tidak
memadai,” kata laporan itu. Berdasarkan kecenderungan sekarang, WHO
memperkirakan pengurangan dalam angka kematian dikalangan anak berusia dibawah
lima tahun antara tahun 1990 dan 2015 akan menjadi sekitar seperempat, kurang
dari dua pertiga dari yang diusahakan.
Tingkat kematian ibu diperkirakan akan
menurun hanya di negara-negara yang telah memiliki tingkat kematian paling
rendah sementara sejumlah negara yang mengalami angka terburuk bahkan
sebaliknya. Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan angka kelahiran di Indonesia,
diperparah dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata. “Jika semua itu,
tidak segera dikendalikan, maka hal itu akan jadi beban buat kita semua. Karena
itu, baik pria maupun wanita harus memaksimalkan program KB. Untuk mengurangi
jumlah penduduk lapar tersebut, maka menurut Diouf diperlukan peningkatan
produksi dua kali lipat dari sekarang pada tahun 2050. Peningkatan produksi ini
khususnya perlu terjadi di negara berkembang, di mana terdapat mayoritas
penduduk miskin dan lapar. Jumlah penduduk dunia yang mengalami kelaparan
meningkat sekitar 50 juta jiwa selama tahun 2007 akibat dari kenaikan harga
pangan dan krisis energi.
2.6
Kemiskinan dan Keterbelakangan
Kemiskinan dan keterbelakangan merupakan
fenomena sosial yang menjadi atribut negara-negara dunia ketiga. Fenomena ini
juga merupakan kebalikan dari kondisi yang dialami oleh negara-negara maju yang
memiliki atribut sebagai “ model”. Untuk memahami definisi dan asal mula
kemiskinan dan keterbelakangan, kita dapat melakukan kajian dengan cara :
Mengadakan
telaah terhadap kemiskinan dan kosakata kemiskinan seperti yang dilakukan oleh
Friedmann (1992: 160) dan Korten (1985: 67);
Membandingkan dengan konsep-konsep
modernisasi sebagai kebalikan yang diametral dari kemiskinan dan
keterbelakangan seperti yang dikemukakan oleh para pakar yang terkumpul dalam
ontology “Modernization : The Dinamics of Growth” (Myron Weiner, 1967).
Hampir
di setiap negara, kemiskinan selalu terpusat di tempat-tempat tertentu, yaitu
biasanya di perdesaan atau di daerah-daerah yang kekurangan sumber daya.
Persoalan kemiskinan juga selalu berkaitan dengan masalah-masalah lain,
misalnya lingkungan.
Menurut
Kuncoro, (1997: 102–103). Mengemukakan bahwa kemiskinan didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum. Batas garis kemiskinan
yang digunakan setiap negara ternyata berbedabeda. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik
(BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per
kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100
kalori per hari. Adapun pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi
pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. Selama
periode 1976 sampai 1993, telah terjadi peningkatan batas garis kemiskinan,
yang disesuaikan dengan kenaikan harga barang-barang yang dikonsumsi oleh
masyarakat. Batas garis kemiskinan ini dibedakan antara daerah perkotaan dan
pedesaan.
Garis
kemiskinan lain yang paling dikenal adalah garis kemiskinan Sajogyo, yang dalam
studi selama bertahun-tahun menggunakan suatu garis kemiskinan yang didasarkan
atas harga beras. Sajogyo mendefinisikan batas garis kemiskinan sebagai tingkat
konsumsi per kapita setahun yang sama dengan beras. Dengan menerapkan garis
kemiskinan ini kedalam data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) dari tahun
1976 sampai dengan 1987, akan diperoleh persentasi penduduk yang hidup di bawah
kemiskinan (dalam Kuncoro, 1997: 116).
Kemiskinan
bersifat multidimensional, dalam arti berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi,
budaya, politik dan aspek lainnya (Sumodiningrat, 1989: 26). Sedangkan
Kartasasmita (1997: 234) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam
pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang
kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya lemah
dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga
tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih
tinggi(Kartasasmita, 1997: 234). Hal tersebut senada dengan yang dikatakan
Friedmann yang mengatakan bahwa kemiskinan sebagai akibat dari ketidak-samaan
kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial (Friedmann , 1992: 123).
Namun
menurut Brendley (dalam Ala, 1981: 4) kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk
mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan sosial yang terbatas. Hal ini diperkuat oleh Salim yang mengatakan
bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memperoleh kebutuhan hidup yang pokok(Salim dalam Ala, 1981: 1). Sedangkan
Lavitan mendefinisikan kemiskinan sebagai kekurangan barang-barang dan
pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Negara Indonesia merupakan negara yang besar
dan beraneka ragam etnis serta budaya.Kemajuan negara sesungguhnya tergantung
kepada tingkat pendidikan di Negara tersebut, kualitas serta mutu pendidikan
yang tingi dapat menjadi jaminan untuk kemajuan dan kesejahteraan negara. Di
tengah pertambahan jumlah penduduk yang semakin tidak terkontrol membuat
peningkatan kualitas di dunia pendidikan merupakan pilihan yang harus
dikedepankan. Perombakan sistem ketransmigrasian juga akan mendukung pemerataan
penduduk. Jadi, peningkatan kualitas Pendidikan dan keefektifan pola transmigrasi
dapat memperbaiki kuterpurukan dalam mengurus kepadatan penduduk yang semakin
hari kian membludak.Oleh karena pertumbuhan penduduk dipengaruhi Tingkat pendidikan, Penyakit yang Berkaitan
dengan Lingkungan Hidup, Kelaparan, Kemiskinan dan Keterbelakangan. Maka kita
harus bisa memperbaiki semua masalah itu,dan mulai mencari jalan keluar yang
terbaik agar semua permasalahan dinegara kita bia terselesaikan.Dan
masyarakatnya pun bisa hidup dengan sejahtera, karena tidak dipungkiri bahwa
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Jadi tidak masuk
akal kalau masyarakatnya kebanyakan hidup dibawah garis kemiskinan.
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan khususnya
kepada pemerintah Indonesia sebagai para penentu kebijakan ialah agar dengan
serius melihat perkembangan penduduk di Indonesia yang tergolong besar sebagai
salah satu masalah penting yang sangat mempengaruhi stabilitas negara,
contohnya pada ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan yang cukup tentu akan
membantu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Daftar Pustaka
